”Saya sudah dua kali mengikuti pelatihan, pertama tentang tuna netra, lalu tentang pendidikan inklusif. Sebelumnya saya kurang peduli terhadap ABK. Kebutuhan belajar ABK sering diabaikan. Contoh, dulu ada satu ABK di SMP sering dipukul gurunya, karena guru tersebut tidak mengetahui bahwa anak ini memiliki masalah pendengaran. Karena sering dipukul, anak ini sempat tidak mau sekolah. Puji Tuhan dia sudah kembali bersekolah setelah guru mendengar penjelasan dari keluarga. Setelah mendapat sosialisasi dan pelatihan, kami semakin mengerti hak ABK. Di desa saya ada 5 anak yang berkebutuhan khusus, dan mereka semua sudah mendapat pendidikan. Mereka juga difasilitasi oleh CDRM&CDS dengan bantuan usaha seperti ternak babi, ternak ayam, dan bantuan paket sekolah.
Saya mengajar di kelas 3, dimana ada 2 orang ABK: satu tuna rungu dan satu tuna daksa. Kami selalu menerima ABK di sekolah ini. Biasanya memang ABK masuk ke sekolah luar biasa (SLB), tapi SLB hanya ada di kota Gunung Sitoli yang sangat jauh dari sini. Saya selalu memperhatikan dan memotivasi ABK dalam belajar. Kedua ABK di kelas saya aktif dan rajin belajar. Salah satu dari mereka, Oliria Zega, berhasil mendapat ranking 2 di kelasnya. Pintar sekali dia, walaupun menulis hanya memakai 2 jari. Jika bertemu dengan saya, dia pertama kali menyapa. Di kelas dia tidak pernah minder, dan selalu berpenampilan rapi.
Guru-guru di sekolah ini bangga dengan dukungan CDRM&CDS bagi ABK di sekolah ini, termasuk bantuan perlengkapan sekolah dan bantuan usaha untuk keluarga ABK. Usaha Oliria sudah berkembang, bahkan dia sudah bisa menabung dari hasil peternakan ayamnya. Sebelum berangkat ke sekolah, ia memberi makan ayamnya, begitu juga setelah pulang sekolah. Dukungan CDRM&CDS kepada ABK dan keluarganya menarik bagi masyarakat.
Saya berharap ABK lebih diperhatikan dan diberdayakan ke depan. Penyandang difabilitas mempunyai hak yang sama dengan anak yang lain. Semoga ada instansi lain yang juga mendukung mereka ke depan."